Apa Itu Farmasi Klinis
Secara filosofis, tujuan dari farmasi klinis adalah
agar efek terapi bisa tercapai secara maksimal, meminimalkan resiko yang tidak
diinginkan, meminimalkan biaya pengobatan, serta menghormati pilihan pasien
terhadap pemilihan terapi yang akan mereka lakukan.
Saat ini disiplin ilmu farmasi
klinis semakin dibutuhkan dengan adanya paradigma baru tentang layanan kefarmasian
yang berorientasi pada pasien. Tenaga farmasi yang bekerja di rumah sakit dan
komunitas seperti apotek, puskesmas, klinik, balai pengobatan, dll tempat
dimanapun terjadi peresepan ataupun penggunaan obat harus memiliki kompetensi
yang dapat mendukung pelayanan farmasi klinis yang berkualitas.
Clinical Resources and Audit Group
(1996) mendefinisikan farmasi klinis sebagai :
“A discipline concerned with the application of pharmaceutical
expertise to help maximize drug efficacy and minimize drug toxicity in
individual patients”
Menurut Siregar (2004) farmasi
klinis didefinisikan sebagai suatu keahlian khas ilmu kesehatan yang
bertanggung jawab untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan sesuai dengan
kebutuhan pasien, melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi
terspesialisasi dalam perawatan pasien yang memerlukan pendidikan khusus dan
atau pelatihan yang terstruktur.
Dapat dirumuskan tujuan farmasi
klinis yaitu memaksimalkan efek terapeutik obat, meminimalkan resiko/toksisitas
obat, meminimalkan biaya obat.
Kesimpulannya, farmasi klinis
merupakan suatu disiplin ilmu kesehatan di mana farmasis memberikan asuhan
(care) dan bukan hanya jasa pelayanan klinis saja kepada pasien dengan tujuan
untuk mengoptimalkan terapi obat dan mempromosikan kesehatan, wellness dan
prevensi penyakit.
Sejarah
Perkembangan Farmasi Klinis
Istilah farmasi klinis pertama kali
muncul di Amerika sekitar tahun 1960. Disiplin ilmu ini muncul berawal dari
ketidakpuasan masyarakat terhadap praktek pelayanan kesehatan di negara itu.
Berikut perkembangan profesi
kefarmasian yang telah mengalami perubahan dan dibagi menjadi 3 periode
yaitu:
- Periode Tradisional
(sebelum tahun 60 an)
Dalam periode ini fungsi farmasis adalah menyediakan, membuat/meracik, dan mendistribusikan produk berkhasiat obat. Tenaga farmasi sangat dibutuhkan di apotek sebagai peracik obat saja. Periode ini mulai mulai goyah saat terjadi revolusi industri dimana terjadi perkembangan pesat di bidang industri tidak terkecuali industri farmasi. Ketika itu sediaan obat jadi dibuat oleh industri farmasi dalam jumlah besar-besaran. Dengan beralihnya sebagian besar pembuatan obat oleh industri maka fungsi dan tugas farmasis berubah. Dalam pelayanan resep dokter, farmasis tidak lagi banyak berperan pada peracikan obat karena obat yang tertulis di resep sudah bentuk obat jadi yang tinggal diserahkan kepada pasien. Dengan demikian peran profesi kefarmasian makin menyempit. - Tahap Transisi
( 1960-1970 )
Pada periode ini terjadi banyak perkembangan antara lain: ilmu kedokteran cenderung semakin spesialistis serta ditemukannya obat-obat baru yang lebih efektif. Seiring dengan semakin pesatnya jumlah obat, semakin meningkat pula permasalahn yang timbul terkait penggunaan obat yaitu munculnya masalah kesehatan akibat efek samping obat, interaksi antar obat, teratogenesis dll. Selain itu biaya kesehatan semakin meningkat akibat penggunaan teknologi canggih di bidang kesehatan yang sangat mahal, meningkatnya permintaan pelayanan kesehatan secara kualitatif maupun kuantitatif, disertai dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat untuk pelayanan medis dan farmasi yang bermutu tinggi. Kecenderungan tersebut mengakibatkan adanya suatu kebutuhan yang meningkat terhadap tenaga profesional yang memiliki pengetahuan komprehensif mengenai pengobatan yang tidak lain adalah farmasis (apoteker). Akibat situasi tersebut akhirnya muncullah istilah pelayanan farmasi klinis. - Periode Masa Kini
(dimulai tahun 1970)
Pada periode ini mulai terjadi pergeseran paradigma yang semula pelayanan farmasi berorientasi pada produk, beralih ke pelayanan farmasi yang berorientasi lebih pada pasien. Farmasis ditekankan pada kemampuan memberian pelayanan pengobatan rasional. Terjadi perubahan yang mencolok pada praktek kefarmasian khususnya di rumah sakit, yaitu dengan ikut sertanya tenaga farmasi di bangsal dan terlibat langsung dalam pengobatan pasien. Karakteristik pelayanan farmasi klinis di rumah sakit adalah :
1. Berorientasi kepada pasien
2. Terlibat langsung di ruang perawatan di rumah sakit (bangsal)
3. Bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah pengobatan dimulai dan memberi informasi bila diperlukan
4. Bersifat aktif, dengan memberi masukan kepada dokter sebelum pengobatan dimulai, atau menerbitkan buletin informasi obat atau pengobatan
5. Bertanggung jawab atas semua saran atau tindakan yang dilakukan
6. Menjadi mitra dan pendamping dokter.
Dalam sistem pelayanan kesehatan pada konteks farmasi klinis, farmasis adalah ahli pengobatan dalam terapi. Mereka bertugas melakukan evalusi pengobatan dan memberikan rekomendasi pengobatan, baik kepada pasien maupun tenaga kesehatan lain. Farmasis merupakan sumber utama informasi ilmiah terkait dengan penggunaan obat yang aman, tepat dan cost effective.
Kegiatan farmasi klinis yaitu
memberikan saran professional pada saat peresepan dan setelah peresepan.
Kegiatan farmasi klinis sebelum peresepan meliputi setiap kegiatan yang
mempengaruhi kebijakan peresepan seperti :
- Penyusunan formularium rumah sakit
- Mendukung informasi dalam menetapkan kebijakan peresepan rumah sakit
- Evaluasi obat
Kegiatan farmasi klinis selama peresapan contohnya adalah
memberikan saran profesional kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya terkait dengan terapi pada saat peresepan sedang dilakukan.
Sedangkan kegiatan farmasi klinis sesudah peresepan yaitu setiap kegiatan yang berfokus kepada pengoreksian dan penyempurnaan peresepan, seperti monitoring DRPs, monitoring efek obat, outcome research dan Drug Use Evaluation (DUE).
Farmasis klinis berperan dalam
mengidentifikasi adanya Drug Related Problems (DRPs). Drug Related Problems
(DRPs) adalah suatu kejadian atau situasi yang menyangkut terapi obat, yang
mempengaruhi secara potensial atau aktual hasil akhir pasien. Menurut
Koda-Kimble (2005), DRPs diklasifikasikan, sebagai berikut :
1. Kebutuhan akan obat (drug needed)
a. Obat diindikasikan tetapi tidak diresepkan
b. Problem medis sudah jelas tetapi tidak diterapi
c. Obat yang diresepkan benar, tetapi tidak digunakan (non compliance)
a. Obat diindikasikan tetapi tidak diresepkan
b. Problem medis sudah jelas tetapi tidak diterapi
c. Obat yang diresepkan benar, tetapi tidak digunakan (non compliance)
2. Ketidaktepatan obat
(wrong/inappropriate drug)
a. Tidak ada problem medis yang jelas untuk penggunaan suatu obat
b. Obat tidak sesuai dengan problem medis yang ada
c. Problem medis dapat sembuh sendiri tanpa diberi obat
d. Duplikasi terapi
e. Obat mahal, tetapi ada alternatif yang lebih murah
f. Obat tidak ada diformularium
g. Pemberian tidak memperhitungkan kondisi pasien
a. Tidak ada problem medis yang jelas untuk penggunaan suatu obat
b. Obat tidak sesuai dengan problem medis yang ada
c. Problem medis dapat sembuh sendiri tanpa diberi obat
d. Duplikasi terapi
e. Obat mahal, tetapi ada alternatif yang lebih murah
f. Obat tidak ada diformularium
g. Pemberian tidak memperhitungkan kondisi pasien
3. Ketidaktepatan dosis (wrong /
inappropriate dose)
a. Dosis terlalu tinggi
b. Penggunaan yang berlebihan oleh pasien (over compliance)
c. Dosis terlalu rendah
d. Penggunaan yang kurang oleh pasien (under compliance)
e. Ketidaktepatan interval dosis
a. Dosis terlalu tinggi
b. Penggunaan yang berlebihan oleh pasien (over compliance)
c. Dosis terlalu rendah
d. Penggunaan yang kurang oleh pasien (under compliance)
e. Ketidaktepatan interval dosis
4. Efek buruk obat (adverse drug
reaction)
a. Efek samping
b. Alergi
c. Obat memicu kerusakan tubuh
d. Obat memicu perubahan nilai pemeriksaan laboratorium
a. Efek samping
b. Alergi
c. Obat memicu kerusakan tubuh
d. Obat memicu perubahan nilai pemeriksaan laboratorium
5. Interaksi obat (drug interaction)
a. Interaksi antara obat dengan obat/herbal
b. Interaksi obat dengan makanan
c. Interaksi obat dengan pengujian laboratorium
a. Interaksi antara obat dengan obat/herbal
b. Interaksi obat dengan makanan
c. Interaksi obat dengan pengujian laboratorium
Kegiatan
Farmasi Klinis
Kegiatan farmasi klinis memiliki
karakteristik, antara lain : berorientsi kepada pasien; terlibat langsung dalam
perawatan pasien; bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah
pengobatan dimulai atau memberikan informasi jika diperlukan; bersifat aktif,
dengan memberikan masukan kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya terkait
dengan pengobatan pasien; bertanggung jawab terhadap setiap saran yang
diberikan; menjadi mitra sejajar dengan profesi kesehatan lainnya (dokter,
perawat dan tenga kesehatan lainnya).
Keterampilan dalam melakukan praktek
farmasi klinis memerlukan pemahaman keilmuan, seperti :
- Konsep-konsep penyakit (anatomi dan fisiologi manusia, patofisiologi penyakit, patogenesis penyakit)
- Penatalaksanaan Penyakit (farmakologi, farmakoterapi dan product knowledge)
- Teknik komunikasi dan konseling pasien
- Pemahaman Evidence Based Medicine (EBM) dan kemampuan melakukan penelusurannya
- Keilmuan farmasi praktis lainnya (farmakokinetik klinis, farmakologi, mekanisme kerja obat, farmasetika).
2 komentar
jadi tau apa itu farmasi
BalasHapusperbedaan tepung tapioka dan maizena
Harrah's Cherokee Casino & Hotel - MapyRO
BalasHapusHarrah's Cherokee 통영 출장마사지 Casino & Hotel is located in Cherokee, North 오산 출장안마 Carolina. The property offers 경상남도 출장안마 more than 500 천안 출장안마 slot machines, 200 table 경산 출장샵 games,